"wah jilbabnya bagus" pujian demi pujian terlontar dari mulut kami saat melihat koleksi photo diana di laptopnya, diana adalah teman kami, nina dan aku juga berkomentar dengan photo milik diana ini.
"aku tidak suka saat kamu berpose menjulurkan lidahmu seperti itu, kesannya kurang baik" aku berkomentar saat melihat photonya yang menjulurkan lidah dengan ekspressi wajah genit tapi berjilbab, kami pun tertawa. kami semua berjilbab saat sekolah dan ini memang bukan waktu belajar, karena kami sedang melakukan praktek dari sekolah di instansi-instansi pemerintah dan swasta, hari ini benar-benar melelahkan--banyak problem yang menggelayuti pikiran, seperti kesalahan dalam bekerja dan lain sebagainya karena kami anak kejuruan jadi sebisa mungkin kami menerapkan profesional kerja semampu kami.
sore itu benar-benar sore kelabu, bukan malam kelabu pasalnya matahari masih berani menampakkan dengan tegas sinarnya dilangit kala itu dan waktu ashar pun tiba, aku dan nina berjalan menyusuri jalan yang biasa kami lewati sepulang praktek kerja, disana semakin sore suasana semakin ramai karena memang kawasan perkotaan--kami berhenti di mushola yang biasa kami lewati, lelah serasa menguasai tubuh ini, ku buka penutup kepala yang biasa disebut dengan nama jilbab, karena aku seorang muslimah-- ku basahi wajah ini rasanya tenang dan sejuk sekali--langkah demi langkah berwudlu aku lalui, akhirnya dengan tenang aku mendirikan sholat dengan mukena yang telah disiapkan di mushola itu--selesai sholat tiba-tiba
"seharusnya saat takbir jangan langsung bersedekap begitu!" nina mengingatkanku, aku berfikir memutar rekaman otak kebelakang
"terus harus bagaimana baiknya?" sambil ku kemasi mukena dan ku lipat tapi tidak begitu rapi
"saat tangan kamu diangkat dan mengucap 'Allahuakbar' tidakkah dalam hati seharusnya kamu berniat juga?" nina mencontohkan kalimat yang ia ucapkan saat berniat di dalam hati dengan bahasa Indonesia, aku rasa nina benar--seharusnya ada jeda antara saat aku mengangkat tangan dan bersedekap
"bukankah Allah akan menerima sholat kita jika kita niati dari dalam hati? niatan dengan ucapan itu kan sunnah" sambungnya
aku berfikir jernih, aku rasa nina lebih banyak ilmu daripada aku.
Beberapa saat kemudian dua orang remaja putri berjilbab rapi memasuki mushola bersiap akan sholat Ashar juga, kami melihat merekea dengan seragam sekolah yang tidak pernah kami lihat sebelumnya sepertinya dilihat dari penampilan mereka adalah seorang santriwati atau dari sekolah Islami yang sejenisnya, ada satu yang berjilbab rapi dan berkacamata--penampilannya sangat sederhana tapi baik dan sopan dilihat juga pantas, membuat orang yang melihatnya merasa nyaman dan sejuk.
akhirnya kami berjalan menuju pulang, nina melanjutkan jalan pulang kerumah sedangkan aku berjalan di trotoar menuju suatu tempat yaitu Toko kacamata, aku berniat mengambil kaca mata yang sudah aku pesan dari kemarin, katanya sih bagus warna dan modelnya--tapi sejujurnya bertolak belakang sekali dengan kepribadianku yang boyish, kaca mata minusku dengan frame perpaduan warna ungu dan pink, cocok sekali dipakai remaja putri yang sangat suka berdandan, dan bukan aku yang gemar basket.
aku memang berjilbab tapi sesekali saja, saat di sekolah atau acara-acara yang berkaitan dengan sekolah, tapi sedikit demi sedikit aku berusaha menutup auratku sebagai muslimah, tapi sungguh butuh waktu untukku tutup keseluruhan, bagian rambut yang sulit untuk ku tutup.
tapi tentu saja penampilanku sopan dan aku rasa cukup rapi, tapi aku juga sering merasa bingung--disisi aku ingin sekali melanjutkan hobi bermain basketku dan tetap berpenampilan seperti biasa dengan sepatu ket, jeans dan T-shirt dan rambut di gerai atau di ikat dengan seperti ini aku bisa merasakan 'inilah diriku', disisi lain aku juga ingin menutup aurat dan mengikuti nasihat orang tuaku.
kaca mata sudah ada didalam ranselku--aku berjalan menyusuri trotoar dibawah sinar orange matahari sore kala itu, sendiri berteman angin yang hanya sedikit saja berhembus membelai jilbab yang ku kenakan.
"sepertinya itu perempuan yang di mushola tadi" gumamku dalam hati
gadis itu berjalan dan akhirnya satu Bis denganku, dengan arah yang sama.
cara berjilbabnya rapi sekali--tak ada walau sehelai pun rambut yang terlihat, benar-benar tertutup. aku memandangi cara berpakaiannya dan membandingkan dengan apa yang aku kenakan, berbeda sekali rasanya--memang sama-sama berjilbab tapi dari unsur kesopanan masih lebih sopan dia, dengan baju yang agak longgar sedangkan aku--lenganku masih tampak karena aku mengenakan jaket yang tidak terlalu longgar, aku memandangi jilbab yang ia kenakan sungguh rapi dan sopan sekali, dengan kaca mata yang ia kenakan juga tidak membuat penampilannya terlihat ndeso atau cupu melainkan memperlihatkan keanggunannya sebagai seorang muslimah, dengan tenang dia duduk di kursi sebelah kananku tapi terpisah celah selangkah sebagai jalan untuk orang lewat di dalam Bis.
dalam hati aku berbisik lirih.
"seandainya aku dapat sebaik dia, dilihat dari penampilannya saja orang yang mau menggoda walau hanya dengan berkata 'hai' saja rasanya pasti akan risih dan lebih memilih untuk tidak berkata apapun dengan gadis sesopan ini"
begitu terlindungi gadis ini dengan jilbab yang ia kenakan--meskipun sederhana dan tidak bergaya mengikuti trend berjilbab masa kini justru itu yang membuatnya menarik.
"andai aku dapat seperti dia" gumamku, tapi bukan hal yang tidak mungkin untuk berpenampilan seperti itu, basket bukan halangan--tapi bukan untuk saat ini dan tidak secepat kilat aku dapat berubah dengan perubahan yang signifikan dan membuat orang-orang yang mengenalku sebagai seseorang yang tidak begitu islami dan tiba-tiba berubah drastis mereka psti akan terheran-heran dan perubahan yang secepat kilat juga biasanya tidak akan bertahan lama.
jadi, aku fikir lebih baik sedikit demi sedikit saja, aku berterimakasih sekali pada gadis itu--sungguh contoh yang baik.
Allah mengingatkanku, selalu mengingatkanku dengan berbagai cara dan contoh yang Ia perlihatkan padaku.
"aku tidak suka saat kamu berpose menjulurkan lidahmu seperti itu, kesannya kurang baik" aku berkomentar saat melihat photonya yang menjulurkan lidah dengan ekspressi wajah genit tapi berjilbab, kami pun tertawa. kami semua berjilbab saat sekolah dan ini memang bukan waktu belajar, karena kami sedang melakukan praktek dari sekolah di instansi-instansi pemerintah dan swasta, hari ini benar-benar melelahkan--banyak problem yang menggelayuti pikiran, seperti kesalahan dalam bekerja dan lain sebagainya karena kami anak kejuruan jadi sebisa mungkin kami menerapkan profesional kerja semampu kami.
sore itu benar-benar sore kelabu, bukan malam kelabu pasalnya matahari masih berani menampakkan dengan tegas sinarnya dilangit kala itu dan waktu ashar pun tiba, aku dan nina berjalan menyusuri jalan yang biasa kami lewati sepulang praktek kerja, disana semakin sore suasana semakin ramai karena memang kawasan perkotaan--kami berhenti di mushola yang biasa kami lewati, lelah serasa menguasai tubuh ini, ku buka penutup kepala yang biasa disebut dengan nama jilbab, karena aku seorang muslimah-- ku basahi wajah ini rasanya tenang dan sejuk sekali--langkah demi langkah berwudlu aku lalui, akhirnya dengan tenang aku mendirikan sholat dengan mukena yang telah disiapkan di mushola itu--selesai sholat tiba-tiba
"seharusnya saat takbir jangan langsung bersedekap begitu!" nina mengingatkanku, aku berfikir memutar rekaman otak kebelakang
"terus harus bagaimana baiknya?" sambil ku kemasi mukena dan ku lipat tapi tidak begitu rapi
"saat tangan kamu diangkat dan mengucap 'Allahuakbar' tidakkah dalam hati seharusnya kamu berniat juga?" nina mencontohkan kalimat yang ia ucapkan saat berniat di dalam hati dengan bahasa Indonesia, aku rasa nina benar--seharusnya ada jeda antara saat aku mengangkat tangan dan bersedekap
"bukankah Allah akan menerima sholat kita jika kita niati dari dalam hati? niatan dengan ucapan itu kan sunnah" sambungnya
aku berfikir jernih, aku rasa nina lebih banyak ilmu daripada aku.
Beberapa saat kemudian dua orang remaja putri berjilbab rapi memasuki mushola bersiap akan sholat Ashar juga, kami melihat merekea dengan seragam sekolah yang tidak pernah kami lihat sebelumnya sepertinya dilihat dari penampilan mereka adalah seorang santriwati atau dari sekolah Islami yang sejenisnya, ada satu yang berjilbab rapi dan berkacamata--penampilannya sangat sederhana tapi baik dan sopan dilihat juga pantas, membuat orang yang melihatnya merasa nyaman dan sejuk.
akhirnya kami berjalan menuju pulang, nina melanjutkan jalan pulang kerumah sedangkan aku berjalan di trotoar menuju suatu tempat yaitu Toko kacamata, aku berniat mengambil kaca mata yang sudah aku pesan dari kemarin, katanya sih bagus warna dan modelnya--tapi sejujurnya bertolak belakang sekali dengan kepribadianku yang boyish, kaca mata minusku dengan frame perpaduan warna ungu dan pink, cocok sekali dipakai remaja putri yang sangat suka berdandan, dan bukan aku yang gemar basket.
aku memang berjilbab tapi sesekali saja, saat di sekolah atau acara-acara yang berkaitan dengan sekolah, tapi sedikit demi sedikit aku berusaha menutup auratku sebagai muslimah, tapi sungguh butuh waktu untukku tutup keseluruhan, bagian rambut yang sulit untuk ku tutup.
tapi tentu saja penampilanku sopan dan aku rasa cukup rapi, tapi aku juga sering merasa bingung--disisi aku ingin sekali melanjutkan hobi bermain basketku dan tetap berpenampilan seperti biasa dengan sepatu ket, jeans dan T-shirt dan rambut di gerai atau di ikat dengan seperti ini aku bisa merasakan 'inilah diriku', disisi lain aku juga ingin menutup aurat dan mengikuti nasihat orang tuaku.
kaca mata sudah ada didalam ranselku--aku berjalan menyusuri trotoar dibawah sinar orange matahari sore kala itu, sendiri berteman angin yang hanya sedikit saja berhembus membelai jilbab yang ku kenakan.
"sepertinya itu perempuan yang di mushola tadi" gumamku dalam hati
gadis itu berjalan dan akhirnya satu Bis denganku, dengan arah yang sama.
cara berjilbabnya rapi sekali--tak ada walau sehelai pun rambut yang terlihat, benar-benar tertutup. aku memandangi cara berpakaiannya dan membandingkan dengan apa yang aku kenakan, berbeda sekali rasanya--memang sama-sama berjilbab tapi dari unsur kesopanan masih lebih sopan dia, dengan baju yang agak longgar sedangkan aku--lenganku masih tampak karena aku mengenakan jaket yang tidak terlalu longgar, aku memandangi jilbab yang ia kenakan sungguh rapi dan sopan sekali, dengan kaca mata yang ia kenakan juga tidak membuat penampilannya terlihat ndeso atau cupu melainkan memperlihatkan keanggunannya sebagai seorang muslimah, dengan tenang dia duduk di kursi sebelah kananku tapi terpisah celah selangkah sebagai jalan untuk orang lewat di dalam Bis.
dalam hati aku berbisik lirih.
"seandainya aku dapat sebaik dia, dilihat dari penampilannya saja orang yang mau menggoda walau hanya dengan berkata 'hai' saja rasanya pasti akan risih dan lebih memilih untuk tidak berkata apapun dengan gadis sesopan ini"
begitu terlindungi gadis ini dengan jilbab yang ia kenakan--meskipun sederhana dan tidak bergaya mengikuti trend berjilbab masa kini justru itu yang membuatnya menarik.
"andai aku dapat seperti dia" gumamku, tapi bukan hal yang tidak mungkin untuk berpenampilan seperti itu, basket bukan halangan--tapi bukan untuk saat ini dan tidak secepat kilat aku dapat berubah dengan perubahan yang signifikan dan membuat orang-orang yang mengenalku sebagai seseorang yang tidak begitu islami dan tiba-tiba berubah drastis mereka psti akan terheran-heran dan perubahan yang secepat kilat juga biasanya tidak akan bertahan lama.
jadi, aku fikir lebih baik sedikit demi sedikit saja, aku berterimakasih sekali pada gadis itu--sungguh contoh yang baik.
Allah mengingatkanku, selalu mengingatkanku dengan berbagai cara dan contoh yang Ia perlihatkan padaku.
No comments:
Post a Comment